Sabtu, 30 Agustus 2008

Budidaya Terumbu Karang dan Spons Laut untuk Farmasi

Budidaya Terumbu Karang dan Spons Laut untuk Farmasi

"DRUGS from the seas", obat-obatan dari laut. Itulah senyawa yang tengah diburu oleh para ahli farmakologi di seluruh dunia saat ini. Kegiatan riset obat-obatan dengan materi unsur-unsur bio-aktif yang diperoleh dari dasar laut, seperti isolasi senyawa terumbu karang dan spons, tengah berlangsung di pusat-pusat riset kelautan tingkat dunia seperti di Scrips Institution of Oceanography di San Diego AS, University of Hawaii AS, University of Dusseldorf Jerman, IFREMER, Brest, Perancis serta di Australian Institute of Marine Sciences (AIMS) Townsville-Australia.
INDONESIA sebagai negara yang memiliki keanekaragaman hayati laut terbesar di dunia tentu tidak boleh tinggal diam dalam perburuan obat-obatan dan formula-formula baru guna menanggulangi penyakit kanker, tumor, HIV/AIDS, penyakit kulit serta penyakit-penyakit yang baru muncul lainnya. Kerja sama dengan pusat-pusat riset tingkat dunia, seperti di atas tadi, segera pula digalang. Memang kegiatan riset farmakologi laut ini tergolong rumit dan lama. Bayangkan saja, dari kegiatan isolasi sebuah senyawa obat-obatan yang diperoleh dari terumbu karang atau spons, sampai ke uji laboratorium, uji klinis I, uji klinis II, dan uji klinis III, membutuhkan waktu sekitar 10 tahun. Baru kemudian, setelah semuanya sempurna, obat-obatan ini bisa dilempar ke pasaran dan keuntungan sampai miliaran dolar pun bisa diraup.
Di AIMS, Australia, saat ini hampir selesai kegiatan uji klinis obat anti-kanker dan anti-tumor yang diperoleh dari senyawa hasil isolasi spons Halidona sp dan Lissoclinum lobatum. "Kegiatan ini sudah berlangsung 10 tahun dan segera akan memasuki tahapan industri," kata Dr Chris Battershill, Ketua Kelompok Riset Bioteknologi AIMS.
Untuk kegiatan riset farmakologi laut ini tentu dibutuhkan materi terumbu karang dan spons yang berasal dari dasar laut. Jumlah yang dibutuhkan pun tidak sedikit dan bila kesemuanya harus digali dari dasar laut, maka selain terumbu karang dan spons akan rusak, maka volumenya pun akan berkurang. Inilah potensi yang dapat dimanfaatkan oleh Indonesia, yaitu menyediakan terumbu karang dan spons laut untuk kegiatan riset farmakologi laut melalui kegiatan budidaya terumbu karang dan spons.
Berdasarkan kajian Calbiochem, sebuah perusahaan industri kimia, maka 30 persen dari seluruh obat-obatan anti kanker dan anti tumor yang dihasilkan dunia kelak akan berasal dari terumbu karang dan spons di wilayah perairan Indonesia dan Australia ini. Memang, wilayah perairan kita yang berada di daerah tropis ini sangat ideal bagi tumbuh dan berkembangnya beragam terumbu karang dan spons laut tadi.
Oleh sebab itu, selain bermitra dalam kegiatan riset obat-obatan dari laut ini, Tim Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP), Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), dipimpin Dr W Farid Ma’ruf, menjalin pula kerja sama dengan AIMS dalam rangka riset pembudidayaan terumbu karang dan spons untuk farmakologi laut. Mereka bermitra dengan Tim dari AIMS yang dipimpin oleh Dr Chris Battershill dan Dr Frank Tirreli. Beragam terumbu karang dan spons di ujicobakan untuk dibudidayakan. Upaya ini tidak memerlukan kemampuan dan teknologi yang tinggi, yang penting adalah mencari jenis terumbu karang dan spons yang sesuai, serta wilayah laut yang bersih dan tenang arusnya, cocok untuk kegiatan budidaya ini.
Bila berhasil, maka tidak perlu menunggu sampai 10 tahun, tidak perlu menunggu sampai obat-obatan hasil laut tadi diproduksi, maka keuntungan bagi masyarakat pesisir sudah bisa diperoleh. Bayangkan saja, senyawa Bastadin 5 yang dihasilkan dari spons Ianthella basta, harganya bisa mencapai 9040 dollar AS (Rp 81 juta) per miligramnya, senyawa Bastadin 19 dari spons yang sama harganya mencapai 6870 dollar AS (Rp 60 juta) per miligramnya. Sedangkan senyawa Manoalide yang dihasilkan dari spons Luffariela variabilis bisa dihargai sampai 20360 dollar AS (Rp 180 juta) per miligramnya.
Sekembalinya dari studi banding di AIMS, Townsville, Australia, pada akhir Juni 2003 mendatang, maka Tim BRKP-DKP segera memilih lokasi pesisir yang paling sesuai untuk program budidaya terumbu karang dan spons ini agar dampaknya pada peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir dapat segera tampak.
Indroyono Soesilo Departemen Kelautan dan Perikanan

Sumber : www.kompas.com

Tidak ada komentar: